News Update :
Home » » makala identitas nasonal universitas lampung

makala identitas nasonal universitas lampung

Penulis : Unknown on Senin, 18 Mei 2015 | 08.54

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


IDENTITAS NASIONAL





DISUSUN OLEH :

Aji effendi kurniawan ( 14051010101 )
                                                    






DIII TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah “Identitas Nasional”. saya berterima kasih pada Bapak  selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini.

      Saya
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Pengertian Identitas Nasional, Sejarah Terbentuknya Identitas Nasional, Penjabaran serta Penjelasan mengenai Identitas Nasional Indonesia, Faktor – faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional, Unsur-unsur Pembentuk Indentitas Nasional, Karakteristik Identitas Nasional Indonesia, Masalah Identitas Nasional Indonesia, Solusi Yang Di Tawarkan Untuk Mengatasi Masalah Identitas Nasional. Saya juga menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saya berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

      Semoga makalah ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang membacanya, dan bermanfaat bagi
saya yang telah menyusun makalah ini yang pada dasarnya menambah wawasan dan dapat mengkoreksi kesalahan kami. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.



Bandar Lampung, 22 Arpil 2015



aji effendi kurniawan
NPM.1405101001

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR


DAFTAR PUSTAKA


BAB I. PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG


B.     RUMUSAN MASALAH


C.     TUJUAN MAKALAH
D.    SASARAN PEMBELAJARA







BAB II. LANDASAN TEORI


A.    PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL


B.     UNSUR-UNSUR IDENTITAS NASIONAL


BAB  III. PENJABARAN IDENTITAS NASIONAL


A.    SEJARAH IDENTITAS NASIONAL
B.     FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KELAHIRAN IDENTITAS NASIONAL


C.     FAKTOR FAKTOR PEMBENTUK


D.    BENTUK IDENTITAS NASIONAL


BAB IV. IDENTITAS NASIONAL SECARA UMUM


BAB V. PENUTUP






SARAN

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN




A.    Latar Belakang


Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Berdasarkan perngertian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri, serta karakter dari bangsa tersebut. Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagai mana di jelaskan di atas maka identitas nasional suatu Bangsa tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa.
Namun selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Moto nasional Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal” atau “kesatuan dalam keragaman”. Hal ini diciptakan oleh para pemimpin Republik diproklamasikan pada tahun 1945 .
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnyapun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh karena itu nasionalisme dan integrasi nasional sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia tidak kehilangan Identitas
                                                                                          (Ayu Wulandari, 2012)

B.     Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan  adalah sebagai berikut :

1.      Apa Pengertian Identitas Nasional ?
2.      Bagaimana Penjabaran serta Penjelasan mengenai Identitas Nasional Indonesia ?
3.      Bagaimana Sejarah Terbentuknya Identitas ?
4.      Apa Faktor – faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional ?
5.      Apa Unsur-unsur Pembentuk Indentitas Nasional ?
6.      Bagaimana Karakteristik Identitas Nasional Indonesia ?
7.      Apa Masalah Identitas Nasional Indonesia ?

C.    Tujuan Makalah


Dalam pembuatan makalah ini adapun tujuan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam kehiduapan bermasyarakat :

1.      Mendapatkan Ilmu Pengetahuan baru dalam sisi Identitas Nasional dan Nasionalisme, serta kandungannya.
2.      Dapat mengkaji materi mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.
3.      Dapat menyuarakan mengenai pendapat dan pemikiran.
4.      Menambah pengetahuan baru, mengenai pentingnya Identitas Nasional.

D.    Sasaran Pembelajaran


Mahasiswa diharapkan mampu mengenali karasteristik identitas nasional sehingga dapat memiliki daya tangkal terhadap berbagai hal yang akan menghilangkan identitas nasional Indonesia

BAB II.

LANDASAN TEORI



A.    Pengertian Identitas Nasional


Identitas nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, 2011).
(Joko Santoso, 2012)

Kata Identitas berasal dari bahasa Inggris “identity” yang memiliki pengertian harafiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam ”terminology antropologi” ,Identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri ,golongan sendiri,kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pula pada suatu kelompok.

Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti budaya, agama dan bahasa maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompokkelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang akhirnya melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional
sendiri tidak bias dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.
(Rahmatullah, 2011)

Pengertian identitas nasional yang dikemukakan oleh Koento Wibisono (2005) adalah ”manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kebidupannya.”
(Djunaedi S, 2011)

Identitas nasional pada hakikatnya merupakan “manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya”
                                                                                            (Anonim, 2010)

B.     Unsur-Unsur Identitas Nasional


1.      Unsur Identitas Nasional

Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa.

a.       Suku bangsa adalah golongan social yang khusus bersifat askriptif (ada sejak lahir) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
b.      Agama bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis.Agama-agama yang tumbuh berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha,dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi dihapuskan.
c.       Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
d.      Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.

Dari Unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi tiga bagian yaitu :

a.       Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara.
b.      Identitas Instrumental, yang bersisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
c.       Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan.

Identitas Nasional Indonesia yang bersifat pluralistic (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosio-kultural maupun religiositas terbagi atas :

·         Identitas fundamental/ideal, dalam hal ini adalah pancasila yang merupakan Falsafat Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara.
·         Identitas Instrumental, yaitu identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambing negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.
Identitas alamiah, Indonesia merupakan negara kepulauan. Identitas alamiah, juga mencakup di dalamnya identitas religiulitas dan sosio-kultural yang meliputi pluralistic dalam suku, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan.                                                       (Rahmatullah, 2011)

BAB III.

PENJABARAN IDENTITAS NASIONAL




A.    Sejarah Terbentuknya Identitas Nasional


Identitas nasional merujuk pada identitas-identitas yang sifatnya nasional. Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan oleh karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder oleh karena identitas nasional lahir belakangan dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan yang memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif. Jauh sebelum mereka memiliki identitas nasional itu, warga bangsa telah memiliki identitas primer yaitu identitas kesukubangsaan.

Proses pembentukan identitas nasional umumnya membutuhkan waktu perjuangan panjang di antara warga bangsa-negara yang bersangkutan. Hal ini disebabkan identitas nasional adalah hasil kesepakatan masyarakat bangsa itu. Dapat terjadi sekelompok warga bangsa tidak setuju degan identitas nasional yang hendak diajukan oleh kelompok bangsa lainnya. Setiap kelompok bangsa di dalam negara, umumnya mengingingkan identitasnya dijadikan atau diangkat sebagai identitas nasional yang tentu saja belum tentu diterima oleh kelompok bangsa lain. Inilah yang menyebabkan sebuah negara-bangsa yang baru merdeka mengalami pertikaian intern yang berlarut-larut demi untuk saling mengangkat identitas kesukubangsaan menjadi identitas nasional.

Setelah bangsa Indonesia bernegara, mulai dibentuk dan disepakati apa-apa yang dapat menjadi identitas nasional Indonesia. Bisa dikatakan bangsa Indonesia relatif berhasil dalam membentuk identitas nasionalnya kecuali pada saat proses pembentukan ideologi Pancasila sebagai identitas nasional yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan di antara warga bangsa.

B.     Faktor – faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional

Kelahiran suatu Identitas Nasional dari suatu bangsa memiliki sejarah dalam kelahiranya sendiri, yang sangat berkesan hingga akan dikenang terus sampai akhir kehidupan bagi penerus bangsa atau anak cucu pewaris bangsa hingga generasi yang paling akhir.
Faktor persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat-istiadat dan tradisi, atau persamaan agama. Akan tetapi teranglah bahwa tiada satupun di antara faktor – faktor ini bersifat hakiki untuk menentukan ada - tidaknya atau untuk merumuskan bahwa mereka harus seketurunan untuk merupakan suatu bangsa.

Adapun faktor – faktor yang mendukung kelahiran Identitas Nasional bangsa Indonesia melipiti :
1.    Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis – ekologis. Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antarwilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa Indonesia.

2.    Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia

C.    Faktor – Faktor Pembentuk Identitas Nasional

Menurut Ramlan Surbakti (1999), proses pembentukan bangsa-negara memerlukan identitas-identitas untuk menyatukan. Faktor-faktor yang menjadi identitas bersama suatu bangsa meliputi primordial, sakral, tokoh, sejarah, bhinneka tunggal ika, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan.
   1. Primordial :
Faktor ini meliputi ikatan kekerabatan (darah dan keluarga), kesamaan sukubangsa, daerah asal (homeland), bahasa, dan adat-istiadat. Dengan faktor ini masyarakat dapat membentuk bangsa-negara. Contoh : Bangsa Yahudi membentuk negara Israel.
2. Sakral :
Faktor ini dapat berupa agama atau ideologi yang dianut/diakui oleh masyarakat bersangkutan.
Contoh : Agama Katholik mampu membentuk beberapa negara
di Amerika Latin, Uni Soviet diikat oleh kesamaan ideologi komunisme, dll.
3. Tokoh :
Kepemimpinan para tokoh yang disegani dan dihormati masyarakat (kharismatik), dapat menjadi faktor yang menyatukan bangsa-negara. Contoh : Mahatma Ghandi di India, Yoseph Broz Tito di Yugoslavia, Nelson Mandela di Afrika Selatan, dan Dr. Ir. Sukarno (Bung Karno) di Indonesia.
4. Sejarah :
Persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu yang menderita akibat
penjajahan menimbulkan perasaan senasib sepenanggungan dan solidaritas
warga masyarakat, sehingga melahirkan tekad dan tujuan untuk membentuk
negara.
 Contoh : Indonesia.

5. Bhinneka Tunggal Ika :
Kesediaan warga masyarakat untuk bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) tanpa menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa, adat-istiadat, ras, dan agama, dapat membentuk organisasi besar berupa negara. Contoh : Republik
Indonesia.
6. Perkembangan Ekonomi :
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan dan profesi sesuai dengan aneka kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan variasi kebutuhan masyarakat, semakin saling bergantung di antara jenis pekerjaan, dan akan semakin besar solidaritas dan persatuan dalam masyarakat.
Contoh : Negara-negara di Amerika utara dan Eropa barat.
7. Kelembagaan :
Kerja dan perilaku lembaga pemerintahan dan politik yang baik, yang mempertemukan dan melayani warga tanpa membeda-bedakan asal-usul, suku, agama, ras, dll. dapat mempersatukan orang-orang sebagai suatu bangsa.
Berdasarkan parameter sosiologi, faktor-faktor pembentuk identitas nasional menurut Srijanti (2009:35) adalah :
1. Suku bangsa, yaitu golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada sejak lahir) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang terdiri dari banyak suku bangsa (lk. 300) dan setiap suku bangsa mempunyai adat-istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbedabeda, akan tetapi trintegrasi dalam suatu negara Indonesia.
2. Kebudayaan, yang menurut ilmu sosiologi termasuk di dalamnya adalah ilmu pengetahuan, teknologi, bahasa, kesenian, mata pencarian, peralatan/perkakas, kesenian, sistem kepercayaan, adat-istiadat, dll. Kebudayaan sebagai parameter identitas nasional harus yang merupakan milik bersama (bukan individu/pribadi).
3. Bahasa, yang merupakan kesitimewaan manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa pun.
4. Kondisi geografis, yang menunjukkan lokasi negara dalam kerangka ruang, tempat, dan waktu, sehingga menjadi jelas batas-batas wilayahnya di muka
(DJUNAEDI SAJIDIMAN, 2011)



D.    Bentuk – bentuk Identitas Nasional


Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia, adalah sebagai berikut:

1.      Bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Bentuk negara adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah republik. Sistem politik yang digunakan adalah sistem demokrasi (kedaulatan rakyat). Saat ini identitas negara kesatuan disepakati untuk tidak dilakukan perubahan.Yang di maksud dengan Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat adalah Status Negara Indonesia yang Bentuk Negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintah adalah republik.
Gambar 2.8.Bentuk Negara

2.      Bendera Negara
Ketentuan tentang Bendera Negara diatur dalam UU No.24 Tahun 2009 mulai Pasal 4 sampai Pasal 24.Bendera warna merah putih dikibarkan pertama kali pada tanggal 17 Agustus1945 namun telah ditunjukkan pada peristiwa Sumpah Pemuda Tahun 1928.Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih saat ini disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Gambar 2.2. Bendera Negara Indonesia
3.      Lagu Kebangsaan Indonesia
Ketentuan tentang Lagu kebangsaan Indonesia Raya diatur dalam UU No.24 Tahun 2009 mulai Pasal 58 sampai Pasal 64. Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Otober 1928. Lagu Indonesia Raya selanjutnya menjadi lagu kebangsaan yang diperdengarkan pada setiap upacara kenegaraan.
Gambar 2.3.Lagu Indonesia Raya

4.      Dasar Falsafah Negara
Pancasila memiliki sebutan atau fungsi dan kedudukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai dasar negara, ideologi nasional, falsafah negara, pandangan hidup bangsa, way of life, dan banyak lagi fungsi Pancasila. Rakyat Indonesia menganggap bahwa Pancasila sangat penting karena keberadaannya dapat menjadi perekat bangsa, pemersatu bangsa, dan tentunya menjadi identitas nasional.
Mengapa Pancasila dikatakan sebagai identitas nasional yang unik sebagaimana telah disebutkan sebelumnya? Pancasila hanya ada di Indonesia. Pancasila telah menjadi kekhasan Indonesia, artinya Pancasila menjadi penciri bangsa Indonesia. Siapa pun orang Indonesia atau yang mengaku sebagai warga negara Indonesia, maka ia harus punya pemahaman, bersikap, dan berperilaku sesuai dengan Pancasila.
Dengan kata lain, Pancasila sebagai identitas nasional memiliki makna bahwa seluruh rakyat Indonesia seyogianya menjadikan Pancasila sebagai landasan berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Cara berpikir, bersikap, dan berperilaku bangsa Indonesia tersebut menjadi pembeda dari cara berpikir, bersikap, dan berperilaku bangsa lain.
Gambar 2.4.Dasar Falsafah Negara
5.      Lambang Negara
Seperti pada Undang – undang  Dasar 1945 yang telah di tetapkan bahwa lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila.
Pancasila disini yang dimaksud adalah burung garuda yang melambangkan kekuatan bangsa Indonesia. Burung garuda sebagai lambang negara Indonesia memiliki warna emas yang melambangkan kejayaan Indonesia. Sedangkan perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia.
Simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam pancasila,yaitu:
1.      Bintang melambangkan sila ketuhanan Yang Maha Esa
 (sila ke-1).
2.      Rantai melmbangkan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (sila ke-2).
3.      Pohon Beringin melambangkan Sila Persatuan Indonesia
 (Sila ke-3).
4.      Kepala Banteng melambangkan Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan (Sila ke-4).
5.      Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia  (sila ke-5).
Gambar 2.5.Lambang Negara
6.      Semboyan Negara
Bhineka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan.
Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif, hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain.
Bhineka Tunggal Ika tidak bersifat eormalitas yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhineka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling  hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun.
Gambar 2.6.Semboyan Negara
7.      Hukum Dasar Negara
UUD 1945 sebagai konstitusi (hukum dasar) negara. UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang menduduki tingkatan tertinggi dalam tata urutan peraturan perundangan dan dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan bernegara.
Gambar 2.7.Hukum Dasar Negara
8.      Bahasa Nasional
Ketentuan tentang Bahasa Negara diatur dalam Undang-undang No.24 Tahun 2009 mulai Pasal 25 sampai Pasal 45.Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara merupakan hasil kesepakatan para pendiri NKRI. Bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) dan kemudian diangkat dan diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Bangsa Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus sebagai jati diri dan identitas nasional Indonesia.
Gambar 2.1. Bahasa Nasional Indonesia


9.      Kebudayaan Negara
Kebudayaan sebagai puncak-puncak dari kebudayaan daerah. Kebudayaan daerah diterima sebagai kebudayaan nasional. Berbagai kebudayaan dari kelompok-kelompok bangsa di Indonesia yang memiliki cita rasa tinggi, dapat dinikmati dan diterima oleh masyarakat luas sebagai kebudayaan nasional.
Gambar 2.9.Ragam Kebudayaan Indonesia











BAB IV.

IDENTITAS NASIONAL SECARA UMUM



A.    Globalisasi dengan Identitas Nasional


Adanya Era globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-ninlai tersebut, ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negative. Semua ini merupakan ancaman,tantangan,dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi disegala aspek kehidupan.

Di era globalisasi, pergaulan antar bangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi diantara budaya masing-masing. Adapun yang perlu dicermati dalam proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?

Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor yaitu :
1.      semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong royong; serta
2.      semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat manusia hanya diukur dari hasil atau keberhasilan sesorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaiman cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat tehadap nilai nilai asing yang negative semakin besar.

 Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat lebih serius ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan negaranya.  Pengaruh negative akibat proses akulturasi dapat merongrong nilai-nilai yang telah ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan menggagu ketahanan disegala aspek kehidupan, bahkan akan berpengaruh pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut maka harus diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional.

Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan Negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundering), peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dibendung akan menggagu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional.
(Rahmatullah, 2011)

B.     Identitas Nesional Sebagai Karakter Bangsa


Setiap bangsa memiliki identitasnya. Dengan memahami identitas bangsa diharapkan akan memahami jati diri bangsa sehingga menumbuhkan kebanggaan sebagai bangsa. Dalam pembahasan ini tentu tidak bisa mengabaikan pembahasan tentang keadaan masa lalu dan masa sekarang, antara idealitas dan realitas dan antara das Sollen dan das Seinnya

Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter, kharassein atau kharax”, dalam bahasa Prancis “caractere” dalam bahasa Inggris “character. Dalam arti luas karakter berarti sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, tabiat, watak yang membedakan seseorang dengan orang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, 2011: 67). Sehingga karakter bangsa dapat diartikan tabiat atau watak khas bangsa Indonesia yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.

Menurut Max Weber (dikutip Darmaputra, 1988: 3) cara yang terbaik untuk memahami suatu masyarakat adalah dengan memahami tingkah laku anggotanya. Dan cara memahami tingkah laku anggota adalah dengan memahami kebudayaan mereka yaitu sistem makna mereka. Manusia adalah makhluk yang selalu mencari makna terus menerus atas semua tindakannya. Makna selalu menjadi orientasi tindakan manusia baik disadari atau tidak. Manusia juga mencari dan berusaha menjelaskan ‘logika’ dari tingkah laku sosial masyarakat tertentu melalui kebudayaan mereka sendiri.

Dalam masyarakat berkembang atau masyarakat Dunia Ketiga, pada umumnya menghadsapi tiga masalah pokok yaitu nation-building, stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Nation-building adalah masalah yang berhubungan dengan warsian masa lalu, bagaimana masyarakat yang beragam berusaha membangun kesatuan bersama. Stabilitas politik merupakan masalah yang terkait dengan realitas saat ini yaitu ancaman disintegrasi. Sedangkan masalah pembangaunan ekonomi adalah masalah yang terkait dengan masa depan yaitu (dalam konteks Indonesia) masyarakat adil dan makmur (Darmaputra, 1988)

Identitas dan modernitas juga seringkali mengalami tarik menarik.Atas nama identitas seringkali menutup diri dari perubahan, ada kekhawatiran identitas yang sudah dibangun oleh para pendahulu tercerabut dan hilang. Sehingga identitas bukan sesuatu yang hanya dipertahankan namun juga selalu berproses mengalami perkembangan. Pembentukan identitas Indonesia  juga mengalami hal demikian. Indonesia yang memiliki beribu etnis harus menyatukan diri membentuk satu identitas yaitu Indonesia, suatu proses yang. sangat berat kalau tidak ada kelapangdadaan bangsa ini untuk bersatu. Bukan hanya etnik yang beragam, Indonesia juga terdiri atas kerajaan-kerajaan yang sudah establish memiliki wilayah dan rajanya masing-masing dan bersedia dipersatukan dengan sistem pemerintahan baru yang modern yaitu demokrasi presidensial. Dalam konteks ini Soekarno pernah mengatakan:

“Saja berkata dengan penuh hormat kepada kita punja radja-radja dahulu, saja berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanjokrosusumo, bahwa Mataram, meskipun merdeka, bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Padjajaran, saja berkata, bahwa keradjaannja bukan nationale staat, Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtajasa, saja berkata, bahwa keradjaannja di Banten, meskipun merdeka, bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanoeddin di Sulawesi, jang telah membentuk keradjaan Bugis, saja berkata, bahwa tanah Bugis jang merdeka itu bukan nationale staat”. (Dewan Pertimbangan Agung di kutip Darmaputra, 1988)

Negara bangsa adalah negara yang lahir dari kumpulan bangsabangsa. Negara Indonesia sulit terwujud apabila para raja bersikukuh dengan otoritas dirinya dan ingin mendirikan negaranya sendiri. Keadaan demikian tentu mengindikasikan ada hal yang sangat kuat yang mampu menyatukan beragam otoritas tersebut. Keadaan geografis semata tentu tidak cukup mampu menyatukannya karena secara geografis sulit membedakan kondisi wilayah geografis Indonesia dengan Malaysia, Pilipina, Singapura dan Papua Nugini. Akan tetapi perasaan yang sama karena mengalami nasib yang sama kiranya menjadi faktor yang sangat kuat. Selain daripada itu apabila menggunakan pendekatan Weber sebagaimana tersebut di atas, maka kesatuan sistem makna juga menjadi salah satu faktor pemersatu. Sistem makna cenderung bersifat langgeng dan tetap meskipun pola perilaku dapat berbeda atau berubah. Sistem makna yang membangun identitas Indonesia adalah nilai-nilai sebagaimana termaktub dalam Pancasila. Nilai-nilai Pancasila mengandung nilai-nilai yang merupakan sistem makna yang mampu menyatukan keragaman bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut hidup dalam sendi kehidupan di seluruh wilayah Indonesia. Tidak ada literatur yang menunjukkan bahwa ada wilayah di Indonesia yang menganut paham ateis. Seluruh masyarakat memahami adanya Realitas Tertinggi yang diwujudkan dalam ritual-ritual peribadatan. Ada penyembahan bahkan pengorbanan yang ditujukan kepada Zat yang Supranatural yaitu Tuhan. Masyarakat tidak menolak ketika‘Ketuhanan’ dijadikan sebagai dasar fundamental negara ini.

Dari penjelasan ini dapatlah dikatakan bahwa identitas bangsa Indonesia adalah Pancasila itu sendiri, sehingga dapat pula dikatakan bahwa Pancasila adalah karakter bangsa. Nilai-nilai tersebut bersifat esoterik (substansial), ketika terjadi proses komunikasi, relasi dan interaksi dengan bangsa-bangsa lain realitas eksoterik juga mengalami perkembangan. Pemahaman dan keyakinan agama berkembang sehingga terdapat paham baru di luar keyakinan yang sebelumnya dianut. Pemahaman kemanusiaan juga berkembang karena berkembangnya wacana tentang hak asasi manusia. Kecintaan pada tanah air kerajaannya dileburkan dalam kecintaan pada Indonesia. Pemerintahan yang monarkhi berubah menjadi demokrasi. Konsep keadilan juga melintasi tembok etnik.

Para pendiri bangsa melalui sidang BPUPKI berusaha menggali nilai nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat, nilai-nilai yang existing maupun nilai-nilai yang menjadi harapan seluruh bangsa. Melalui pembahasan yang didasari niat tulus merumuskan pondasi berdirinya negara ini maka muncullah Pancasila. Dengan demikian karena Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa, maka Pancasila dapat dikatakan sebagai karakter sesungguhnya bangsa Indonesia.

Pancasila dirumuskan melalui musyawarah bersama anggota BPUPKI yang diwakili oleh berbagai wilayah dan penganut agama, bukan dipaksakan oleh suatu kekuatan/rezim tertentu. Dengan demikian Pancasila betul-betul merupakan nilai dasar sekaligus ideal untuk bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang merupakan identitas sekaligus karakter bangsa (Kaelan, 2007: 52).

Lima nilai dasar yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah realitas yang hidup di Indonesia. Apabila kita tinggal di luar negeri amatlah jarang kita mendengar suara lonceng gereja, adzan magrib atau suara panggilan dari tempat ibadah agama. Suara itu di Indonesia sudah amat biasa. Ada kesan nuansa religiusitas yang kental yang dalam kehidupan bangsa kita, sebagai contoh masyarakat Bali setiap saat orang melakukan upacara sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, suasana sakralitas religius amatlah terasa karena Gotong royong sebagai bentuk perwujudan dari kemanusiaan dan persatuan juga tampak kental di Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain. Kerjabakti bersama dan ronda, misalnya, adalah salah satu contoh nyata karakter yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain, bangsa yang komunal tanpa kehilangan hak individualnya.
(Joko Santoso, 2011)

C.    Identitas Kebangsaaan dan Identitas Negara Indonesia


Identitas kebangsaan (political unity) merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, yaitu bangsa-negara. Bisa saja dalam negara hanya ada satu bangsa (homogen), tetapi umumnya terdiri dari banyak bangsa (heterogen). Karena itu negara perlu menciptakan identitas kebangsaan atau identitas nasional, yang merupakankesepakatan dari banyak bangsa di dalamnya. Identitas nasional dapat berasal dari identitas satu bangsa yang kemudian disepakati oleh bangsa-bangsa lainnya yang ada dalam negara itu, atau juga dari identitas beberapa bangsa yang ada kemudian disepakati untuk dijadikan identitas bersama sebagai identitas bangsa-negara.

Kesediaan dan kesetiaan warga bangsa/negara untuk mendukung identitas nasional perlu ditanamkan, dipupuk, dan dikembangkan terus-menerus. Mengapa? Karena warga lebih dulu memiliki identitas kelompoknya, sehingga jangan sampai melunturkan identitas nasional. Di sini perlu ditekankan bahwa kesetiaan pada identitas nasional akan mempersatukan warga bangsa itu sebagai ”satu bangsa” dalam negara. Bentuk identitas kebangsaan bisa berupa adat-istiadat, bahasa nasional, lambang nasional, bendera nasional, termasuk juga ideologi nasional. Proses pembentukan identitas nasional di Indonesia cukup panjang, dimulai dengan kesadaran adanya perasaan senasib sepenanggungan ”bangsa Indonesia” akibat kekejaman penjajah Belanda, kemudian memunculkan komitmen bangsa (tekad, dan kemudian menjadi kesepakatan bersama) untuk berjuang dengan upaya yang lebih teratur melalui organisasi-organisasi perjuangan (pergerakan) kemerdekaan mengusir penjajah sampai akhirnya Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan membentuk negara. Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia sebagai wujud konkrit dari hasil perjuangan bangsa dimaksud adalah :
1.      Dasar falsafah dan ideologi negara, yaitu Pancasila.
2.      Bahasa nasional atau bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
3.      Lagu kebangsaan, yaitu Indonesia Raya.
4.       Lambang negara, yaitu Garuda Pancasila.
5.      Semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
6.      Bendera negara, yaitu Sang Merah Putih.
7.      Hukum dasar negara (konstitusi), yaitu UUD 1945.
8.      Bentuk negara, yaitu NKRI dan bentuk pemerintahannya Republik.
9.       Konsepsi wawasan nusantara, yaitu sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan memiliki nilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional.
10.  Beragam kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional
(Djunaedi S,2011)

D.    Politik Identitas


Politik identitas adalah nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai dengan kebangkitan kelompok-kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi yang memarjinalisasikan mereka di masa lalu. Identitas berubah menjadi politik identitas ketika menjadi basis perjuangan aspirasi kelompok (Bagir, 2011)

Identitas bukan hanya persoalan sosio-psikologis namun juga politis. Ada politisasi atas identitas. Identitas yang dalam konteks kebangsaanseharusnya digunakan untuk merangkum kebinekaan bangsa ini, namun justru mulai tampak penguaan identitas-identitas sektarian baik dalam agama, suku, daerah dan lain-lain.

Identitas yang menjadi salah satu dasar konsep kewarganegaraan (citizenship) adalah kesadaran atas kesetaraan manusia sebagai warganegara. Identitas sebagai warganegara ini menjadi bingkai politik untuk semua orang, terlepas dari identitas lain apapun yang dimilikinya seperti identitas agama, etnis, daerah dan lain-lain (Bagir, 2011)

Pada era reformasi, kebebasan berpikir, berpendapat dan kebebasan lain dibuka. Dalam perkembangannya kebebasan (yang berlebihan) ini telah menghancurkan pondasi dan pilar-pilar yang pernah dibangun oleh pemerintah sebelumnya. Masyarakat tidak lagi kritis dalam melihat apa yang perlu diganti dan apa yang perlu dipertahankan. Ada euphoria untuk mengganti semua. Perkembangan lebih lanjut adalah menguatnya wacana hak asasi manusia dan otonomi daerah yang memberikan warna baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang menunjukkan sisi positif dan negatifnya.

Perjuangkan menuntut hak asasi menguat. Perjuangan tersebut muncul dalam berbagai bidang dengan berbagai permasalahan seperti: kedaerahan, agama dan partai politik. Mereka masing-masing ingin menunjukkan identitasnya, sehingga tampak kesan ada ‘perang’ identitas. Munculnya istilah ‘putra daerah’, organisasi keagamaan baru, lahirnya partai-partai politik yang begitu banyak, kalau tidak hati-hati dapat memunculkan ‘konflik identitas’. Sebagai negara -bangsa, perbedaan-perbedaan tersebut harus dilihat sebagai realitas yang wajar dan niscaya. Perlu dibangun jembatan-jembatan relasi yang menghubungkan keragaman itu sebagai upaya membangun konsep kesatuan dalam keragaman. Kelahiran Pancasila diniatkan untuk itu yaitu sebagai alat pemersatu. Keragaman adalah mozaik yang mempercantik gambaran tentang Indonesia secara keseluruhan. Idealnya dalam suatu negara-bangsa, semua identitas dari kelompok yang berbeda-beda itu dilampaui, idealitas terpenting adalah identitas nasional (Bagir, 2011: 18)

Politik identitas bisa bersifat positif maupun negatif. Bersifat positif berarti menjadi dorongan untuk mengakui dan mengakomodasi adanya perbedaan, bahkan sampai pada tingkat mengakui predikat keistimewaan suatu daerah terhadap daerah lain karena alasan yang dapat dipahami secara historis dan logis. Bersifat negatif ketika terjadi diskriminasi antar kelompok satu dengan yang lain, misalnya dominasi mayoritas atas minoritas. Dominasi bisa lahir dari perjuangan kelompok tersebut, dan lebih berbahaya apabila dilegitimasi oleh negara. Negara bersifat mengatasi setiap kelompokdengan segala kebutuhan dan kepentingannya serta mengatur dan membuat regulasi untuk menciptakan suatu harmoni (Bagir, 2011: 20).
(Joko Santoso,2011)

E.     Keterkaitan Intergrasi Nasional dan Identitas Nasional


Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk mewujukan, diperlukan keadilan dan kebajikan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa dan sebagainya. Sebenarrnya, upaya  membangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina stabilitas politik. Di samping itu, upaya lain yang dilakukan, seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parleman.
Dengan demikian, upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan kekuatan persatuan dan kesatuan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya, persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman, dan tentram. Konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan Papua merupakan cermin belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan. Adapun keterkaitan integrasi nasional dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yan sedang dibangun.

Maka, integrasi nasional harus mendapatkan perhatian seriusdan upaya perwujudan yang strategis, mantap, dan actual.

Upaya-upaya perwujudan integrasi nasional, yaitu :

Persamaan Persepsi
Dalam integrasi nasional diperlukan persamaan persepsi di antara segenap masyarakat mengenai adanya keragaman dan memunculkan semangat untuk membina kehidupan bersama secara harmonis dengan prinsip mementingkan kepentingan bersama daripada individu.
Kesamaan persepsi merupakan solusi yang tepat, walaupun hal ini sangat sulit untuk dicapai, karena melibatkan pertarungan ego yang sungguh rumit. Namun, ketika kita telah berhasil dan mengatakan “kesamaan persepsi”, maka sebenarnya kita telah melakukan proses yang begitu “hebat”. Karena kita telah berhasil meruntuhkan bangunan ego yang telah mengakar.

Pembenahan Hukum Nasional
Pembenahan hokum nasional merupakan langkah nyata penghapusan diskriminasi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di RI. Berbagai bentuk diskriminasi ini dapat dilihat dalam wujud diskriminasi agama, social-ekonomi, dan adanya
diskriminasi terhadap perempuan. Penghapusan segala bentuk diskriminasi ini merupakan langkah konkret penegakan supremasi hokum. Dengan terhapusnya diskriminasi tersebut, akan berdampak bagi proses mempertahankan integrasi nasional.
Karena salah satu faktor perekat bagi integrasi nasional adalah kesetaraan antara warga negara di mata hokum dan pemerintahan. Untuk itu, diskriminasi merupakan musuh bersama bagi warga negara bangsa Indonesia.

Asimilasi
Upaya ini bertujuan untuk meminilisasi sifat-sifat kedaerahan sukuisme yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia. sifat kedaerahan yang cenderung separatis ini menjadi penyebab dari tak terwujudnya integrasi nasional di dalam diri masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, masyarakat selalu membanggakan daerahnya masing-masing, mereka hanya bisa mengatakan bahwa hal tersebut adalah urusan pemerintah. Asimilasi. memperbaiki anggapan masyarakat dan menciptakan kebersamaan sebagai suatu jalan untuk mewujudkan integrasi nasional dan mewujudkan Indonesia itu sendiri.

Penataan Birokrasi
Birokrasi sebagai komponen yang menentukan dalam integrasi nasional harus kembali pada fungsi awalnya, yakni sebagai alat untuk memutuskan/mempermudah jalannya penerapan kebijakan pemerintah. Dalam upaya melayani masyarakat, bukan malah menjadi tangan panjang dari pejabat pemerintah untuk dilayani oleh masyarakat.

Ada 3 tuntutan terhadap birokrasi berkaitan dengan integrasi nasional, yaitu :

Harus peka terhadap tuntutan, kebutuhan, prestasi, dan kepuasan kualitatif rakyat
dan pola pelayanannya. Harus berani terbuka dan mengakui unsure modernisasi dari proses social politik. Meningkatkan kualitas pengabdian birokrasi Birokrasi seharusnya tetap solid tetapi dinmis dalam merespon perubahan. Jika integrasi nasional terwujud dengan upaya-upaya di atas, maka Identitas Nasional sebagai manifestasi nilai-nilai budaya yang dihimpun dalam satu kesatuan tentu akan semakin kukuh dan relevan. Karena pada dasarnya, integrasi nasional menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun, yakni persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.

F.     Pemberdayaan Identitas Nasional


Dalam rangka pemberdayaan Identitas Nasional,perlu ditempuh melalui revitalisasi pancasila.Revitalisasi sebagai manifestasi Identitas Nasional mengandung makna bahwapancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan pembukaan,serta dieksplorasikan dimensi-dimensiyang melekat padanya uyang meliputi:

1. Realitas : bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonsentrasikan sebagai cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kampus utamanya ; suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan das sollen im sein;
2. Idealitas : bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah bsekedar utopis tanpa makna,melainkan diobjektivasikan sebagai kata kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme warga masyarakat agar melihat masa depan secara prospektif,serta menuju hariesok yang lebih baik.Hal ini dapat dilakukan melalui seminaratau gerakan dengan tema revitalisasi pancasila;
3. Fleksibilitas : bahwa pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan tertutup atau menjadi sesuatu yang sacral,melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang.Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya pancasila menjadi tetap actual,relevan,serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan Negara dengan jiwa dan semangat”Bhinneka Tunggal Ika”.

Dengan demikian, agar identitas Nasional dapat dipahami oleh masyrakat sebagaipenerus tradisi nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang maka pemberdayaan nilai ajarannya harus bermakna,dalam arti relevan dan fungsional bagi kondisi actual yang sedang berkembang dalam masyarakat. Perlu disadari bahwa umat manusia masa kini hidup di abad XXI, yaitu zaman baru yang sarat dengan nilai-nilai baru yang tidak saja berbeda, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai lama sebagaimana diwariskan oleh nenek moyang dan dikembangkan para pendiri Negara ini. Abad XXI sebagai zaman baru mengandung arti sebagai zaman ketika umat manusia semakin sadar untuk berfikir danbertindak secara baru.

Dengan kemampuan refleksinya, manusia menjadikan rasio sebagai mitos, atau sebagai sarana yang andal dalam bersikap dan bertindak dalam memecahkan masalah masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Kesasihan tradisi, juga nilai-nilai spiritual yang dianggap sacral, kini dikritisi dan dipertanyakan berdasarkan visi dan harapan tentang masa depan yang lebih baik. Nilai-nilai budaya yang diajarkan oleh nenek moyang tidak hanya diwarisi dengan barang sudah “jadi” yang berhenti dalam kebekuan normative, tetapi harus diperjuangkan serta terus-menerus ditumbuhkan dalam dimensi ruang dan waktu yang terus berkembang dan berubah.

Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan b erbangsa yang sedang dilanda krisis dan disintegrasi, Pancasila pun tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kedibilitas dirinya sebagai dasar Negara ataupun sebagai manisfestasi Identitas Nasional. Namun, perlu segera disadari bahwa tanpa suatu“platform” dalam format dasar Negara atau idiologi, mustahil suatu bangsa akan  dapat survive menghadapi berbagai tantangan dan ancaman yang menyertai derasnya arus globalisasinya yang melanda seluruh dunia yang otonom.

Melalui revitalisasi Pancasila sebagai wujud pemberdayaan Identitas Nasional inilah, Identitas Nasional dalam alur rasional-akademik tidak saja diartikan secara tekstual, tetapi juga segi konstekstualnya dieksplorasikan sebagai referensi kritik sosial terhadap berbagai penyimpangan yang melanda masyarakat dewasa ini. Untuk membentuk jati diri, nilai-nilai yang ada tersebut harus digali dulu, misalnya nilai-nilai lainnya, seperti gotong royong, persatuan dan kesatuan, juga saling menghargai dan menghormati. Semua nilainilai ini sangat berarti dalam memperkuat rasa nasionalisme bangsa. Dengan adanya salingpengertian di antara satu dengan yang lain, secara lngsung akan memperlihatkan  jati diri bangsa yang pada akhirnya mewujudkan Identitas Nasional. Sementara itu, untuk mengembangkan jati diri bangsa, harus dimulai dari pengembangan nilai-nilai, yaitu nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, berani mengambil resiko, betanggunug jawab, serta adanya kesepakatan di antara sersama. Untuk itu, perlu perjuangan dan ketekunan untuk menentukan nilai, cipta, rasa, dan karsa. (Soemaro, Soedarsono).

Di sinilah, letak arti pentingnya pelaksanaan MPK dalam kerangka pendidikan tinggi untuk menembangkan dialog budaya dan budaya dialog untuk mengantarkan lahirnya generasi penerus yang sadar dan tedidikn dengan wawasan nasional yangmenjangkau jauh ke masa depan. MPK harus dimanfaatkan ntuk mengembalikan  Identitas Nasional bangsa, yang di dalam pergaulan antarbangsa dahulu dikenal ebagai bangsa yang paling “halus” atau sopan di bumi “het zashte volk ter aarde”. (Wibisono Koento: 2005)

Dari nilai-nilai budaya tersebut, lahir asumsi dasar bahwa menjadi bangsa Indonesia tidak sekedar masalah kelahiran saja, tetapi juga sebuah pilihan yang rasional dan emosional.









BAB V.

PENUTUP



Salah satu cara untuk mempertahankan Identitas Nasional, yaitu setiap warga negara seharusnya menanamkan kesadaran dalam diri mereka untuk bisa memfilter informasi, budaya, dan paham-paham luar yang dapat mengancam Identitas Nasional bangsa Indonesia. Selain itu yang perlu kita sadari bahwa pengaruh globalisasi tidak hanya mendatangkan dampak negative, namun juga dapat menimbulkan dampak positif bagi bangsa Indonesia dengan adanya kemajuan teknologi yang sedang meningkat dengan pesat.

Upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk dapat menciptakan integrasi nasional, yaitu :
1.      Mengusahakan persamaan persepsi dalam hal memunculkan semangat untuk membina kehidupan bersama yang harmonis, aman, dan tenteram. Walaupun hal ini sangat sulit karena setiap orang mempertahankan egonya masing-masing, namun sebagai masyarakat Indonesia kita harus dapat mengalahkan ego yang ada pada diri kita demi kepentingan bersama.
2.      Melakukan pembinaan hokum bersama
3.      Mewujudkan asimilasi untuk menghindari munculnya sikap etnosentris yang dapat memunculkan suatu perselisihan dengan suku atau budaya lain.
4.      Penataan birokrasi.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk dapat memberdayakan Identitas Nasional bangsa Indonesia yaitu dengan cara menggali kembali nilai-nilai dasar atau muatan-muatan yang terkandung dalam Identitas Nasional, kita sebagai bangsa Indonesia harus mengembangkan dan mencari kembali nilai-nilai luhur yang pernah ada yang menggambarkan identitas atau jati diri sebagai bangsa Indonesia, seperti gotong royong, solidaritas social, sopan santun, dan sebagainya. Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan mewujudkan integrasi nasional bangsa Indonesia, karena dengan adanya integrasi nasional, maka bangsa Indonesia tidak akan terpecah-pecah pada kelompok kelompok yang saling berbeda atau bertentangan, yang akan mewujudkan suatu persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada.

Revitalisasi pancasila harus dilakukan dalam dua tingkatan, yaitu pada tataran ide dan praksis. Dalam tataran ide, hal yang paling penting dilakukan adalah menjawab sikap alergi masyarakat terhadap pancasila. Karena itu, gotong royong bisa menjadi “nafas” bagi representasi pancasila. Gotong royong bisa dijadikan “mascot” dalam rangka revitalisasi pancasila. Sedangkan dalam tatanan praksis, utamanya menyangkut relasi penyelenggaraan negara dan masyarakat, revitalisasi pancasila harus dimulai dengan membangkitkan kegairahan dan optimisme public. Dengan demikian, Identitas Nasional dapat terus dipertahankan dan dilestarikan sebagai suatu kebangganan bangsa Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia kita harus dapat mempertahankan dan melestarikan Identitas Nasional bangsa Indonesia. Kita harus menyadari bahwa kemerdekaan yang telah kita raih saat ini adalah melalui perjuangan keras pahlawan bangsa yang bertujuan untuk menciptakan keadaan yang lebih baik dari masa penjajahan pada generasi selanjutnya.

Oleh karena itu, sebagai wujud penghargaan kita pada pahlawan bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raga mereka, maka kita harus merasa bangga pada apa yang telah ditinggalkan oleh mereka,yaitu Identitas Nasional. dengan adanya rasa cinta tanah air dan bangga akan Identitas Nasional, maka kita akan dapat melakukan suatu perubahan dn pembangunan di segala aspek kehidupan dengan tujuan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh warga negara. Maka,
tingkatkanlah rasa cinta tanah air dan bangga akan Identitas Nasional bangsa Indonesia.





DAFTAR PUSTAKA


Baehaqi Arif, Dikdik. 2011, Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta :               Universitas Ahmad Dahlan
Baehaqi  Arif,  Dikdik. 2010, Identitas Nasional
Hechael, Muhamad. 2012. Identitas Nasional Dalam Buku Sejarah Untuk SMP.    Jakarta : Universitas Indonesia
Pasaribu, Rowland B. F. Identitas Nasional
Rahmatullah. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Makasar : Universitas   Hasanudin
Sajidiman, Djunaedi. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Cianjur : Unuversitas    Suryakancana
Suhermanto. Identitas Nasional
Santoso, Djoko. 2013. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta :      Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Sunarso. 2008, Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : Universitas Negeri                   Yogyakarta
Sunarso. 2011, Pendidikan Kewarganegaraan Buku Pegangan Mahasiswa.             Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta

Share this article :

Posting Komentar

 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. aji . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger